Kamis, 09 Oktober 2008

Malaria serebral

PENDAHULUAN
Infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/ sub-tropik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju. Di Indonesia penyakit malaria masih menjadi masalah bagi daerah di Jawa dan Sumatra yang dahulunya sudah dapat dikendalikan. Dengan perkembangan transportasi, mobilisasi penduduk dunia khususnya dengan berkembangnya dunia wisata, infeksi malaria juga merupakan masalah bagi negara-negara maju karena munculnya penyakit malaria di negara tersebut. Masalah mortalitas malaria berat seperti malaria serebral dan morbiditas mempunyai kaitan erat dengan timbulnya resistensi pengobatan dan kewaspadaan terhadap diagnosa dini dan penanganannya.1
Malaria serebral merupakan salah satu bentuk komplikasi malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falsiparum. Gejala-gejala kliniknya dapat sangat akut, penderita yang kesadarannya baik mendadak dapat menurun kesadarannya dengan atau tanpa diserta gejala-gejala neurologis.2

DEFINISI

Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang menetap > 30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.3

EPIDEMIOLOGI

Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di seluruh dunia. Kira-kira lebih dua milyar atau lebih 40 % penduduk dunia hidup di daerah bayang-bayang malaria. Jumlah kasus malaria di Indonesia kira-kira 30 juta/tahun, angka kematian 100.000/ tahun. Di sulawesi utara, malaria termasuk 10 penyakit terbanyak dengan komplikasi malaria serebral > 3 %.3 Sekitar 100-300 juta penduduk dunia diserang penyakit ini, 6 juta diantaranya menderita infeksi aktif dengan angka kematian > 1 juta pertahun. Bakri dkk. Di Ujung pandang melaporkan diantara 273 penderita yang didiagnosis sebagai malaria, 78 penderita (28,57 %) adalah malaria tropika, 7 daripadanya adalah malaria serebral (8,97 %). Harianto dkk, mendapatkan 72 kasus (3,18 %) malaria serebral diantara 2261 penderita malaria yang dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Bethesda Tomohon periode 1986-1989; terbanyak pada umur 20-40 tahun dengan angka kematian 30,5 %.4 Di RSUP Manado, berdasarkan hasil penelitian oleh Nayoan F (2003) ditemukan jumlah penderita malaria serebral dari Januari 1998 - Desember 2002 sebanyak 24 penderita di bagian IKA dan 40 penderita di bagian IPD. Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan bahwa insidens malaria serebral anak dan dewasa > 16 % dari malaria berat, dan > 4 % penderita malaria mengalami komplikasi malaria serebral. Mortalitas malaria serebral pada anak 12,5 % dan pada dewasa 17,5 %.5
Di Pakistan, selama 5 tahun dari tahun 1991-1995 terdapat 1620 pasien koma, 505 pasien dengan malaria serebral. Dimana didapatkan, kasus malaria serebral pada anak 64 % dan orang dewasa 36 %. Mortalitas pada anak 41 % dan orang dewasa 25 %.6 Di Nigeria, didapati 78 anak yang menderita malaria serebral, 16 penderita (20,5 %) meninggal dan 62 penderita (79,5 %) sembuh.7

ETIOLOGI

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa intraseluler dari genus plasmodium. Empat spesies dari plasmodium menyebabkan malaria pada manusia antara lain: Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae. Plasmodium falsiparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi.1,2,8
Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang non-imun adalah malaria serebral.9


PATOGENESIS
Patogenesis dari malaria serebral masih belum memuaskan dan belum dimengerti dengan baik.10,11 Patogenesis dari malaria serebral berdasar pada kelainan histologis. Eritrosit yang mengandung parasit (EP) muda (bentuk cincin) bersirkulasi dalam darah perifer tetapi EP matang menghilang dalam sirkulasi dan terlokalisasi pada pembuluh darah organ disebut sekuester. Eritrosit matang tercantel pada sel endotel vaskular melalui knob yang terdapat pada permukaan eritrosit sehingga EP matang melekat pada endotel venula/ kapiler yang disebut sitoadherens. Kira-kira sepuluh atau lebih eritrosit yang tidak terinfeksi menyelubungi 1 EP matang membentuk roset. Adanya sitoadherens, roset, sekuester dalam organ otak dan menurunnya deformabilitas EP menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi akibatnya hipoksia jaringan.3




GAMBARAN KLINIS
Penderita malaria falsiparum yang non imun bila diagnosa terlambat, penundaan terapi, absorbsi gagal karena muntah-muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah panas, dapat menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk cepat dengan nyeri kepala yang bertambah dan penurunan derajat kesadaran dari letargi, sopor sampai koma. Kesadaran menurun dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8 senilai dengan sopor dan anak-anak dinilai skor dari Balantere <>somnolen atau delir disertai disfungsi serebral. Pada dewasa kesadaran menurun setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-anak lebih pendek dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari sedangkan anak-anak pulih kesadaran lebih cepat setelah mendapat pengobatan. Di Bagian Anak RSUP Manado > 50 % pulih kesadaran <>3
Pada kesadaran memburuk atau koma lebih dalam disertai dekortikasi, deserebrasi, opistotonus, tekanan intrakranial meningkat, perdarahan retina, angka kematian tinggi. Pada penurunan kesadaran penderita malaria serebral harus disingkirkan kemungkinan hipoglikemik syok, asidosis metabolik berat, gagal ginjal, sepsis gram negatif atau radang otak yang dapat terjadi bersamaan. Pada anak sering dijumpai tekanan intrakranial meningkat tetapi pada orang dewasa jarang.3,12
Gejala motorik seperti tremor, myoclonus, chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi hemiparesa, cortical blindness dan ataxia cerebelar jarang. Gejala rangsangan meningeal jarang.
Kejang biasanya kejang umum juga kejang fokal terutama pada anak. Di RS Bethesda Tomohon dan RSUP Manado gejala kejang pada dewasa jarang, di Thailand 20 %.
Hipoglikemi sering terjadi pada anak, wanita hamil, hiperparasitemia, malaria sangat berat dan sementara dalam pengobatan kina. Hipoglikemi dapat terjadi pada penderita mulai pulih walaupun sementara infus dxtrose 5 %. Hipoglikemi disebabkan konsumsi glukosa oleh parasit dalam jumlah besar untuk kebutuhan metabolismenya dan sementara pengobatan kina. Kina menstimulasi sekresi insulin. Dilaporkan gula darah sampai <>
Malaria serebral sering sisertai dengan bentuk lain malaria berat. Pada anak sering terjadi hipoglikemi, kejang, dan anemi berat. Pada orang dewasa sering terjadi gagal ginjal akut, ikterus, dan udema paru. Pada penelitian di RSUP Manado dan RS Bethesda Tomohon <>
Perdarahan retina terjadi 5-35 %, biasanya suatu pertanda buruk, perdarahan kulit dan intestinal jarang. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi karena kateter, infeksi nosokomial atau kemungkinan bakteremia. Bila terjadi hipotensi berat, kemungkinan disebabkan : sepsis gram negatif, udema paru, metabolik asidosis, perdarahn gastrointestinal, hipovolemi dan ruptur limpa.3


LABORATORIUM
a. Pemeriksaan Mikroskopis
pemeriksaan sediaan darah tebal dan hapusan darah tipis dapat ditemukan parasit plasmodium. Pemeriksaan ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis parasit. Bila hasil Θ, diulangi tiap 6-12 jam.


b. QBC ( semi quantitative buffy coat)
Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC adalah cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit.


c. Rapid Manual Test
RMT adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit. Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya 82,5 %.


d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Adalah pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita walaupun parasitemia rendah.3
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis malaria serebral:4

  1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis

  2. Demam atau riwayat demam yang tinggi

  3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau tanpa gejala neurologis lain, sedangkan kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.

  4. Ditemukan parasit malaria dalam sediaan darah tepi

  5. Tidak ditemukan kelainan cairan serebrospinal yang berarti.


DIAGNOSIS BANDING13

  1. Demam Tifoid; mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya. Masih bisa dibedakan dengan adanya gejala stomatitis dengan lidah tifoid yang khas, batuk-batuk, meterorismus, dan bradikardi relatif yang kadang-kadang ditemukan pada demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada minggu pertama kadang-kadang bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif mulai minggu kedua, dianjurkan pemeriksaan berulang pada titer yang masih rendah untuk membantu diagnosis. Kemungkinan adanya infeksi ganda antara malaria dan demam tifoid kadang-kadang kita temukan juga.

  2. Septikemia; perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran kencing, dan genitalia, saluran makanan dan otak.

  3. Ensefalitis dan atau meningitis; dapat disebabkan oleh bakteri spesifik maupun oleh virus. Kelainan dalam pemeriksaan cairan lumbal akan membantu diagnosis

  4. Dengue Hemoragik Fever/ DSS; pola panas yang berbentuk pelana disertai syok dan tanda-tanda perdarahan yang khas akan membantu diagnosis walaupun trombositopenia dapat juga terjadi pada malaria palsifarum namun jarang sekali memberikan gejala perdarahan. Hematokrit akan membantu diagnosis.

  5. Abses hati amubik; hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai ikterus dan kenaikan enzim SGOT dan SGPT akan membantu diagnosis. Fosfatase alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan meningkat. USG akan membantu deteksi abses hati dengan tepat.


PENATALAKSANAAN1
A. Tindakan Umum
Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu:

  1. Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi

  2. Hindarkan trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur

  3. Hati-hati komplikasi: kateterisasi, defekasi, edema paru karena over hidrasi

  4. Monitoring; temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap ½ jam. Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan.

  5. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot.

  6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan

  7. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi trendelenburg, perhatikan warna dan temperatur kulit

  8. Cegah hiperpireksi

  9. Pemberian cairan: oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml bila tidak ada dehidrasi

  10. Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbihidrat dan garam

  11. Perhatiksn kebersihan mulut

  12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi

  13. Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan

  14. Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kain/ gaas lembab

  15. Perawatan anak: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan posisi kepala sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering dan pemberian cairan dan obat harus hati-hati.

    Penanganan Komplikasi3,13

  16. Kejang; Kejang merupakan salah satu komplikasi dari malaria serebral. Penanganan/ pencegahan kejang penting untuk menghindarkan aspirasi. Penanganan kejang:

    • Diazepam: i.v 10 mg; atau intra rektal 0,5-1,0 mg/ KgBB.

    • Paradelhid: 0,1 mg/ KgBB.

    • Klormetiazol (dipakai untuk kejang berulang-ulang)

    • Fenitoin: 5 mg/ KgBB i.v diberikan perlahan-lahan.

    • Fenibarbital: pemberian fenobarbital 3,5 mg/ KgBB (umur diatas 6 tahun) mengurangi terjadinya konvulsi.

  17. Hipoglikemi; Bila kadar gula darah kurang dari 50 mg% maka:

    • Beri 500 ml Dekstrose 40 % i.v dilanjutkan dengan

    • Glukosa 10 % per infus 4-6 jam

    • Monitor gula darah tiap 4-6 jam, sering kadar gula berulang-ulang turun.

    • Bila perlu diberikan obat yang menekan produksi insulin seperti diazoxide, glukagon atau analog somatostatin.
3. Hiperpireksi; Hiperpireksi yang lama dapat menimbulkan kelainan neurologik yang menetap.

    • Menurunkan temperatur dengan pendinginan fisik: kipas angin, kompres air/es, selimut dingin dan perwawatan di ruangan yang sejuk.

    • Pemberian anti piretik: Parasetamol 15 mg/ KgBB atau aspirin 10 mg/ KgBB (kontraindikasi untuk kehamilan dan gejala perdarahan)
4. Anemi; Bila anemi <>whole blood atau packed cells.
5. Gangguan Fungsi Ginjal; serimg terjadi pada orang dewasa. Kelainan fungsi ginjal dapat bersifat pre renal, atau renal yaitu nekrosis tubuler. Gangguan pre-renal terjadi pada 50 % kasus sedangkan nekrosis tubuler hanya pada 5-10 % kasus. Bila oliguria tidak ditangani akan terjadi anuria. Tatalaksana bertujuan mencegah iskemi ginjal dengan mengatur keseimbangan elektrolit.
6. Hiperparasitemia; Exchange transfusion (transfusi ganti) terutama pada penderita parasitemia berat. Indikasi bila parasitemia > 5 % dengan komplikasi berat. Tapi transfusi ganti bukanlah tindakan mudah, dan perlu ada fasilitas screening darah. Darah yang dipakai berkisar 5-12 liter. Transfusi ganti memperbaiki anemi, mengembalikan faktor pembekuan darah, trombosit juga mengurangi toksin.


PROGNOSIS
Diagnosis dini dan pengobatan tepat prognosis sangat baik. Pada koma dalam, tanda-tanda herniasi, kejang berulang, hipoglikemi berulang dan hiperparasitemia risiko kematian tinggi. Juga prognosis tergantung dari jumlah dan berat kegagalan fungsi organ. Anak-anak mengalami kecacatan <>3
DAFTAR PUSTAKA



  1. Tambayong EH. Malaria serebral. Dalam: Harijanto PN, editor. Malaria epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan penanganan. Jakarta: EGC, 1999; 87-90

  2. Makimian R. Malaria serebral. Dalam: Majalah kedokteran Indonesia, penyegar ilmu kedokteran, vol 34. Jakarta, 1984; 185-7

  3. Kotambunan RC, Harijanto P. Malaria serebral. Dalam: Makalah yang dibawakan pada PERDOSSI 11 Juli 2003. Manado, 2003.

  4. Mubin AH, Pain S. Malaria tropika dengan beberapa komplikasi. Dalam: Jurnal cermin dunia kedokteran, no 74. Jakarta, 1992; 48-51

  5. Najoan F. Malaria serebral di RSUP Manado periode Januari 1998 – Desember 2002, KTIS. Manado: FK Unsrat, 2003.

  6. Durrani A et al. Epidemiology of cerebral malaria and its mortality. Vol 47, no.8. J Pak. Med. Assoc, 1997: 213-215
  7. Bondi F. The insidence and outcome of neurological abnormalities in childhood cerebral malaria; long-term follow-up of 62 survivors. V.86. Trans-actions of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, 1992: 17-19

  8. Swash M, Oxbury J. Malaria. In: Clinical neyrology, vol 1. Churchill-livingstone.p. 905-6
  9. Stricland GT. Cerebral malaria. In: Tropical medicine, 6th edition. London: WB Saunders Company, 1984.p. 535-6

  10. Cerebral malaria. Available from:
www.mcw-healthcaremalaria_updatecerebralmalaria.com. Last updated 2004.
  1. Cerebral malaria. Available from:
www.emedika_cerebralmalaria.com. Last updated 2004
  1. Central nervous system involvement in P. falciparum malaria. Available from: www.malariasite_comprehensivemalaria.com. Last updated 2004.

  2. Datau EA. Diagnosis klink malaria. Dalam: Tambayong EH, editor. Penanganan malaria secara terpadu. Manado: FK UNSRAT, 1993; 55-63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

do not leave before say anything, please

follow me and i follow you, but don't forget to leave some coments at my post..