Autistic Spectrum Disorder atau gangguan spektrum autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif pada anak yang mengakibatkan gangguan/keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Kondisi seperti itu tentu akan sangat mempengaruhi perkembangan anak, baik fisik maupun mental. Apabila tidak dilakukan intervensi secara dini dengan tatalaksana yang tepat, perkembangan yang optimal pada anak tersebut sulit diharapkan. Mereka akan semakin terisolir dari dunia luar dan hidup dalam dunianya sendiri dengan berbagai gangguan mental serta perilaku yang semakin mengganggu. Tentu semakin banyak pula dampak negatif yang akan terjadi.
Spektrum autisme ini mempunyai gejala mulai dari yang ringan sampai yang berat. Bertambahnya kasus autisme bukan hanya pada kasus autisme, tapi juga pada varian autisme yang lebih ringan, seperti sindroma Asperger dan atipikal autisme.
Gangguan autisme atau childhood autism adalah cacat pada perkembangan saraf dan psikis manusia baik sejak janin dan seterusnya yang menyebabkan kelemahan/perbedaan dalam berinteraksi sosial, kemampuan berkomunikasi, pola minat, dan tingkah laku. Dimana gejala dari gangguan autisme ini sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai usia 3 tahun.
Autisme kini menjadi masalah yang ditakuti bagi banyak orangtua. Diduga karena jumlah angka kejadiannya yang terus meningkat diseluruh dunia. Namun di Indonesia sendiri belum ada data yang menunjukkan secara pasti besarnya angka kejadian tersebut. Survey data dari California Department of Developmental Service, AS, melaporkan bahwa sampai januari 2003, telah terjadi peningkatan kasus anak yang menderita autisme di Amerika Serikat. Gambar dari sini
Penyebab terjadinya autisme sebenarnya belum dapat diketahui, namun gangguan tersebut dapat dikaitkan dengan faktor keturunan maupun kegagalan salah satu bagian dari otak yang memproses rangsangan saraf. Autisme cukup luas dan mencakup banyak hal. Ciri-ciri autisme ada banyak, namun kebanyakan penderita autisme hanya menderita sebagiannya saja.
Peranan orangtua dapat sangat membantu mengarahkan anak autis untuk mengeksploitasi kelebihan-kelebihannya dan melatih mereka untuk memperbaiki berbagai kelemahan-kelemahannya. Hal ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak penderita autisme.
Definisi
Gangguan autisme atau childhood autism adalah cacat pada perkembangan saraf dan psikis manusia baik sejak janin dan seterusnya yang menyebabkan kelemahan/perbedaan dalam berinteraksi sosial, kemampuan berkomunikasi, pola minat, dan tingkah laku. Dimana gejala dari gangguan autisme ini sudah tampak sebelum anak tersebut mencapai usia 3 tahun.
Epidemiologi
Angka kejadian anak autisme masih terus meningkat diseluruh dunia. Hal ini menimbulkan kekuatiran para orangtua. Dapat dilihat pada gambar 1 survey data dari California Department of Developmental Service AS, melaporkan bahwa sampai januari 2003, telah terjadi peningkatan kasus anak yang menderita autisme di amerika serikat hingga 31%. Ikatan Dokter Anak AS dan Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit AS bahkan menambahkan bahwa jumlah anak yang didiagnosis menderita autisme sekitar 1:166 anak. Padahal, 10 tahun yang lalu, angka kejadiannya hanya 1:2500 anak. Berdasarkan penelitian lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 4:1.
ket:
▲ :batasan umur 3-22 thn
▬ :batasan umur 6-22thn
Gambar 1. Grafik peningkatan terjadinya kasus autisme di amerika serikat dari tahun 1992 sampai tahun 2003
Penyebab
Penyebab pasti autisme belum diketahui sampai saat ini. Kemungkinan besar, ada banyak penyebab autisme. Dahulu sempat diduga bahwa autisme disebabkan karena cacat genetik, namun cacat genetik tidak mungkin terjadi dalam skala demikian besar dan dalam waktu demikian singkat. Karena itu kemudian para peneliti sepakat bahwa ada banyak kemungkinan penyebab autisme lainnya.
Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme:
· Thimerosal à thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan diberbagai vaksin misalnya vaksin MMR. Namun sebenarnya hal tersebut belumlah terbukti. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan thimerosal di Negara maju.
· Televisi à semakin maju suatu negara biasanya interaksi antara anak-orangtua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa televisi bisa menjadi penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.
· Genetik à ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orangtua kepada anak-anaknya. Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita autisme (walaupun sang ayah bukan autis). Beberapa faktor penyebab dari orangtua dapat mempengaruhi gen pada anak autis yang mengatur hubungan antara saraf otak satu dengan yang lain dan ada juga yang berpengaruh pada jumlah sel saraf diotak.
· Makanan à berbagai zat kimia yang ada dimakanan modern, dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme, banyak kemudian yang mengalami peningkatan situasi secara drastis.
· Sekolah lebih awal à agak mengejutkan namun, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih dini (preschool) dapat memicu reaksi autisme. Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh/membaik dengan berada dalam lingkupan orangtuanya. Namun, karena justru dipindahkan kelingkungan asing yang berbeda maka beberapa anak mengalami syok dan bakat autismenya muncul dengan sangat jelas.
Gejala
Gejala autisme berbeda-beda dalam kuantitas dan kualitas. Penyandang autisme infantil klasik mungkin memperlihatkan gejala dalam derajat yang berat, tetapi kelainan ringan hanya memperlihatkan sebagian gejala saja. Kesulitan yang timbul, sebagian dari gejala tersebut dapat muncul pada anak normal hanya intensitas dan kualitasnya yang berbeda.
Gejala-gejala pada autisme mencakup gangguan pada:
1. Gangguan pada bidang komunikasi
§ Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
§ Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain
§ Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai
§ Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
§ Meniru atau sering membeo, beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya.
§ Kadang bicara monoton seperti robot
§ Mimik muka datar
§ Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan bereaksi dengan cepat
2. Gangguan pada bidang interaksi sosial
§ Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
§ Anak mengalami ketulian
§ Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
§ Tidak ada usaha untuk berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
§ Bila menginginkan sesuatu dia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya
§ Bila didekati untuk bermain justru menjauh
§ Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
§ Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk dipangkuan sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mmik apapun
§ Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan pada orangtuanya.
3. Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
§ Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang sama berulang-ulang sampai berjam-jam.
§ Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh.
§ Keterpakuan pada roda atau sesuatu yang berputar
§ Terdapat kelekatan dengan benda-benda tertentu seperti seutas tali, kartu, kertas, gambar yang terus dipegang dan dibawa kemana-mana.
§ Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak.
§ Perilaku ritualistic sering terjadi
§ Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, dapat juga terlalu pendiam
4. Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
§ Tidak ada atau kurangnya rasa empati
§ Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
§ Sering mengamuk tidak terkendali terutama bila tidak terpenuhi keinginannya.
5. Gangguan dalam persepsi sensoris
§ Mencium,menggigit,bahkan menjilat mainan atau benda apa saja
§ Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
§ Tidak menyukai sentuhan dan pelukan, bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri dari pelukan.
Autisme adalah gangguan atau kecacatan yang akan disandang oleh individu tersebut seumur hidupnya. Gejala autisme mulai muncul pada anak sebelum mencapai usia 3 tahun. Secara umum gejala mulai tampak diusia 2-5 tahun.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan medis yang dilakukan pada anak autisme adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan neurologis, tes neuropsikologi, tes pendengaran, tes ketajaman penglihatan, MRI (Magnetic Resonance Imaging), EEG, pemeriksaan sitogenetik untuk mendeteksi abnormalitas kromosom serta pemeriksaan darah.
Pada banyak penelitian melaporkan bahwa kelainan terdapat pada hampir semua struktur otak, misalnya pada otak (serebelum), lapisan luar otak besar (korteks serebri), system limbik(fungsi luhur), ganglia basalis dan batang otak. Kelainan yang paling konsisten ditemukan adalah pada otak kecil. Kelainan ini didiagnosis melalui pemeriksaan pencitraan misalnya MRI, MRI fungsional, SPECT dan PET.
Pemeriksaan EEG dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding autisme pada masa kanak-kanak dengan sindroma rett. Meskipun tidak dimasukkan dalam kriteria pokok untuk diagnosis, sebagian besar pasien dengan sindroma rett mengalami kejang, dengan EEG yang abnormal dan disfungsi pernapasan.
Pada pemeriksaan darah ditemukan peningkatan kadar metabolit serotonin (5-HT) dalam darah. Fakta mengindikasikan bahwa kadar 5-HT dalam darah mempunyai korelasi negative dengan jkadar metabolit 5-HT dalam cairan serebrospinalis. Rendahnya kadar 5-HIAA dalam cairan serebrospinalis itu berhubungan dengan gangguan kelakuan pada anak autisme.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan Diagnostic And Statistical Manual-IV atau DSM-IV yang merupakan suatu sistem diagnostik yang dibuat oleh perhimpunan psikiater Amerika. sistem ini menyebutkan tentang Pervasive Developmental Disorders. kriteria itu disebutkan sebagai berikut:
A. Untuk hasil diagnosa diperlukan total enam gejala atau lebih dari nomor (1),(2), dan (3). Termasuk setidaknya dua gejala dari nomor (1) dan masing-masing satu gejala dari nomor (2) dan (3).
1) Gangguan kulitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada dua dari gejala-gejala dibawah ini:
§ Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai seperti kontak mata sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup, gerak-gerik kurang tertuju.
§ Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
§ Tak ada empati
§ Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada dua dari gejala-gejala dibawah ini:
§ Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non verbal.
§ Bila anak bisa bicara maka bicaranya tdak dipakai untuk berkomunikasi.
§ Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
§ Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru.
3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,minat, dan kegiatan. Minimal harus ada satu dari gejala dibawah ini:
§ Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan.
§ Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya.
§ Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
§ Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
B. Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang interaksi sosial, bicara dan berbahasa, cara bermain yang monoton, kurang variatif.
C. Bukan lebih merupakan sindroma rett atau gangguan disintegratif masa kanak.
Jelaslah bahwa seorang anak harus memenuhi kriteria tersebut diatas untuk dapat disebut mengalami gangguan autistik. Namun gejala diatas sangat bervariasi dari anak ke anak sehingga kemungkinan kesalahan diagnosis selalu ada, terutama pada autis ringan. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan autis yang ada, seperti retardasi mental yang berat atau hiperaktivitas.
Diagnosis akhir dan evaluasi keadaan anak sebaiknya ditangani oleh suatu tim dokter yang berpengalaman terdiri dari: dokter anak, ahli saraf anak, psikolog, ahli perkembangan anak, psikiater anak, ahli terapi wicara. Tim tersebut bertanggung jawab dalam menegakkan diagnosis dan memberi arahan mengenai kebutuhan unik dari masing-masing anak, termasuk bantuan interaksi sosial, bermain, perilaku dan komunikasi.
Diagnosis banding
Gangguan spektrum autisme harus dibedakan dengan:
· Retardasi mental : Ketrampilan sosial dan komunikasi verbal atau non-verbal pada anak retardasi mental sesuai dengan usia mental mereka. Tes intelegensi biasanya menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes. Berbeda dengan anak autisme yang hasil tesnya tidak menunjukkan hasil yang rata-rata sama. Kebanyakkan anak dengan taraf retardasi yang berat dan usia mental yang sangat rendah menunjukkan tanda-tanda autisme yang khas, seperti gangguan dalam interaksi sosial, stereotip, dan buruknya kemampuan berkomunikasi.
· Skizofrenia : kebanyakan anak dengan skizofrenia secara umum tampak normal pada saat bayi sampai usia 2-3 tahun dan baru kemudian muncul halusinasi, gejala yang tidak terdapat pada autisme. Biasanya anak dengan skizofrenia tidak retardasi mental, sedangkan pada autisme sekitar 75-80% adalah retardasi mental.
· Gangguan perkembangan berbahasa: kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pemahaman dan dalam mengekspresikan pembicaraan, namun komunikasi non-verbalnya baik, dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan adanya stereotip dan gangguan yang berat dalam interaksi sosial.
· Gangguan penglihatan dan pendengaran : mereka yang buta dan tuli tidak akan bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai gangguannya terdeteksi dan memakai alat bantu khusus untuk mengoreksi kelainannya.
· Gangguan kelekatan yang relative : suatu gangguan dalam hubungan sosial pada bayi dan anak kecil. Keadaan itu dikarenakan pengasuhan yang buruk sehingga dengan terapi dan pengasuhan yang baik serta sesuai, kondisi itu dapat kembali normal.
· Sindroma rett : Gambaran yang khas autisme sering terjadi pada anak dengan sindroma rett seperti kontak mata yang kurang, kurang perhatian, gangguan bicara, dan menggoyangkan badan berulang-ulang.
Terapi
Tujuan terapi pada gangguan spektrum autisme adalah untuk:
· Mengurangi masalah perilaku
· Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penguasaan bahasa.
Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai dengan waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan gangguan spektrum autisme.
Manajemen multidisiplin dapat dibagi dua:
I. Non-medikamentosa
i. Terapi edukasi
Hambatan pada individu dengan gangguan spektrum autisme terutama pada interaksi sosialnya. Hal ini akan berlanjut bila tidak segera ditangani pada usia sekolah, anak akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, bersosialisasi dengan lingkungan barunya. Oleh karena itu sebaiknya anak sesegera mungkin dikenalkan dengan lingkungannya. Intervensi dalam bentuk pelatihan, ketrampilan sosial, keterampilan sehari-hari agar anak jadi mandiri. Berbagai metode pengajaran telah diujicobakan pada gangguan ini antara lain; metode TEACCH (Treatment And Education Of Autistic And Related Communication Handicapped Children). Dikembangkan oleh Eric Scholpler pada awal tahun 1970an merupakan suatu sistem pendidikan khusus untuk anak dengan gangguan spektrum autisme. Metode ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam ruangan kelas yang ditata khusus. Pada prinsipnya metode pengajaran untuk anak-anak ini sebaiknya diberikan dalam kelas yang jumlah muridnya tidak lebih dari 10-15 orang, guru yang memahami kondisi ini dan lingkungan yang mendukung.3
ii. Terapi perilaku
Gangguan perilaku pada individu dengan gangguan spektrum autisme biasanya merupakan satu gejala yang membuat orang tua menyadari bahwa anaknya berbeda perkembangannya dengan anak lain seusianya. Selain hiperaktivitas, impulsivitas, gerakan stereotipik, cara bermain yang tidak sama dengan anak lain, juga adanya agresivitas, tempertantrums dan perilaku yang cenderung melukai diri sendiri. Kondisi ini sangat menguras tenaga, fisik/psikis orang-orang disekitarnya. Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan disini. Apapun metodenya sebaiknya sesegera dan seintensif mungkin. Sebaiknya memang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain, apabila terdapat perilaku yang sulit dikendalikan, mungkin intervensi medikamentosa diperlukan terlebih dahulu, agar anak dapat diberi terapi yang lain.3
iii. Terapi wicara
Keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan berbicara merupakan keluhan yang sering diajukan oleh orangtua. komunikasi non verbal juga mengalami gangguan, sering tidak dapat menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi seperti menggeleng, mengangguk, menunjuk, melambai, mengangkat alis, dan sebagainya. Intervensi dalam bentuk wicara diperlukan, seperti diketahui bahwa tidak semua individu dengan gangguan spektrum autisme akan dapat berkomunikasi secara verbal, sekitar 25-30% kemungkinan tetap nonverbal. Terapi wicara yang diberikan diperlukan pengetahuan yang baik mengenai ciri-ciri bicara dan berbahasa anak ausitik. Terapi ini harus diberikan secara dini dan dengan intensif bersama dengan terapi-terapi yang lain.3
iv. Terapi okupasi/fisik
Keterampilan motorik individu dengan gangguan spektrum autisme sering terganggu baik motorik kasar atau halus. Diperlukan intervensi terapi okupasi agar individu dengan gangguan spektrum autisme dapat melakukan gerakan, memegang, menggunting, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur sesuai dengan kebutuhan saat itu.3
v. Sensori-integrasi
Adalah pengorganisasian informasi melalui semua sensori yang ada untuk menghasilkan respons yang bermakna. Melalui semua indera yang ada, otak menerima aliran informasi tentang kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya. Pada gangguan spektrum autisme seringkali terjadi disorganisasi pada fungsi sarafnya, sehingga terjadi gangguan dalam aliran informasi ke otak. Hal ini yang sering menimbulkan pelbagai macam gangguan sensorik pada individu dengan gangguan spektrum autisme , seperti koordinasi motorik yang buruk, aktivitas yang tidak terkontrol, hiper atau hiposensitif, perilaku melukai diri sendiri. Dengan pendekatan sensori integrasi yang bertujuan mengintegrasikan sensorik yang ada, diharapkan semua gangguan akan dapat diatasi.
vi. Auditori Integration Training (AIT)
Banyak individu dengan gangguan spektrum autisme mengalami hipersensitifitas terhadap suara dan mengganggu pendengaran mereka. Mereka sering tampak menutup telinga dengan kedua tangan bila mendengar nada tertentu yang untuk orang lain tidak menimbulkan masalah. Suara-suara tersebut dapat sedemikian menyakitkan sehingga membuat mereka dapat berteriak, menjerit tiba-tiba, tapi setelah suara-suara tersebut hilang, mereka kembali seperti tidak pernah terjadi sesuatu. Contoh: suara pengering rambut, mesin cuci, mixer, bahkan suara microwave. Pada intervensi AIT pada awalnya ditentukan suara yang mengganggu pendengaran dengan perangkat audiometer. Lalu diikuti dengan seri terapi yang memperdengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desensitisasi terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut.
vii. Intervensi keluarga
Yang dimaksud keluarga disini bisa hanya keluarga inti, namun dapat pula ditambah anggota keluarga lain yang mempunyai pengaruh pada pengasuhan seorang anak. Pada dasarnya hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri, dan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Untuk itu dibutuhkan keluarga yang dapat berinteraksi positif antar anggota keluarga dan saling mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan terapi apapun pada individu dengan gangguan spektrum autisme.
II. Dengan medikamentosa
Selain dengan terapi seperti diatas manajemen dari gangguan autisme dilakukan dengan medikamentosa. Terapi medikamentosa ini dilakukan karena individu dengan gangguan autisme ini mempunyai variasi perilaku yang mengganggu yang seringkali menimbulkan suasana yang tegang bagi keluarganya. Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi susana tersebut. Perilaku yang mengganggu dan disruptive tersebut misalnya: agresi, temper tantrum dan hiperaktivitas. Manajemen terbaik dari perilaku tersebut adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik, tapi dapat juga dengan agonis reseptor alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif.
§ Neuroleptik:
- Neuroleptik tipikal potensi rendah – thioridazine – dapat menurunkan agresivitas dan agitasi. Dosis: 0,5-3 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 kali/hari
- Neuroleptik tipikal potensi tinggi – haloperidol dan pimozide – dalam dosis kecil 0,25- 3 mg/hari dapat menurunkan agresivitas, hiperaktivitas, iritabilitas, dan stereotipik.
- Neuroleptik atipikal – rizperidone, clozapine, olanzapine – rizperidone bila dipakai dalam dosis yang direkomendasikan: 0,5-3 mg/hari dibagi dalam 2-3 kali/hari, yang dapat dinaikkan 0,25 mg setiap 3-5 hari sampai dosis inisial tercapai 1-2 mg/hari dalam 4-6 minggu, akan tampak perbaikan pada hubungan social, atensi, dan gejala obsesif.
§ Agonis reseptor alfa adrenergik
Clonidine (catapres) dilaporkan dapat menurunkan agresivitas, temper tantrum, impulsivitas, dan hiperaktivitas. Mulai dengan dosis rendah: 0,025-0,05 mg 2 kali sehari dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum 0,3-0,6 mg/hari dalam 3-4 kali/hari.
§ Antagonis reseptor beta
Propanolol dipakai dalam mengatasi agresivitas terutama yang disertai dengan agitasi dan ansietas. Dosis 1-5 mg/kgBB/hari atau lebih.
Selain dengan terapi diatas manajemen pada anak dengan gangguan autisme juga ditangani dengan terapi perkembangan terpadu. Terapi tersebut terdiri dari terapi okupasi dengan penekanan pada terapi sensory integration yang dipadu dengan metode floor time. Namun bila anak memerlukannya, masih ditambah lagi dengan strategi visual. Terapi diet pada anak autisme adalah pemberian makanan yang bebas glutein dan kasein.
Terapi sensory integration dan floor time diberikan setelah anak diketahui menyandang gangguan semua spektrum autisme. Sedangkan strategi visual baru diberikan bila anak sudah benar-benar siap menerima terapi ini. Kesiapan tersebut akan dinilai oleh terapis, dokter atau psikolog yang menangani si anak. Terapi sensory integration adalah terapi untuk memperbaiki cara otak menerima, mengatur, dan memproses semua input sensoris yang diterima oleh panca indera, indera keseimbangan, dan indera otot. Anak yang mengalami gangguan perilaku, seperti autisme, akan mengalami kesulitan dalam menerima dan mengintegrasikan beragam input yang disampaikan otak melalui inderanya. Akibatnya, otak tidak dapat memproses input sensoris dengan baik. Dengan begitu, otak juga tidak dapat mengatur perilaku anak agar sesuai dengan lingkungannya. Melalui terapi sensory integration, kemampuan sikecil dalam menerima, memproses, dan mengintepretasi input-input sensoris, baik dari luar maupun dari dalam dirinya, akan diperbaiki. Dengan begitu, dia dapat lebih baik dalam bereaksi terhadap lingkungannya. Untuk meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berkomunikasi, terapi sensory integration harus dipadukan dengan metode floor time. Metode bermain interaktif yang spontan dan menyenangkan bagi anak bertujuan untuk mengembangkan interaksi dan komunikasi si kecil. Floor time bertujuan membentuk komunikasi dua arah anatara anak dan lawan bicaranya, serta mendorong munculnya ide dan membantu anak mampu berpikir logis. Agar bisa melakukan floor time dengan baik, orang tua perlu bimbingan psikolog yang paham dan berpengalaman dengan metode tersebut.
Pada strategi visual umumnya, penyandang gangguan spektrum autisme lebih mampu berpikir secara visual. Jadi mereka lebih mudah mengerti apa yang dilihat daripada apa yang didengar. Strategi visual dipilih agar sikecil lebih mudah memahami berbagai hal yang ingin anda sampaikan. Biasanya, ia akan diperkenalkan pada berbagai aktivitas keseharian, larangan atau aturan, jadwal dan sebagainya lewat gambar-gambar. Misalnya gambar urutan dari cara menggosok gigi, mencuci tangan, dan sebagainya. Dengan strategi visual diharapkan anak bisa memahami situasi, aturan, mengatasi rasa cemas, serta mengantisipasi kondisi yang akan terjadi.
Terapi makanan tambahan menurut Hembing, diprioritaskan pada upaya pemenuhan makanan tinggi protein yang menyehatkan. Di sisi lain terdapat makanan yang mesti dipantang anak autis. Yaitu, makanan yang mengandung glutein dan casein. Misalnya roti, mie, spaghetti, susu hewan, es krim, yoghurt, coklat dan keju.
Menurut Hembing, ada tiga reaksi negatif yang bisa muncul jika penderita autism mengonsumsi glutein dan casein. Pertama, alergi. Reaksi alergi ini dapat termanifestasi dalam misalnya, perilaku hiperaktif, dan agresif. Kedua, intoleran atau sensitive terhadap makanan. Manifestasinya mirip dengan reaksi alergi, seperti sakit perut, sakit kepala, menangis berlebihan, sensitif pada suara tertentu, bahkan depresi. Ketiga, reaksi opioid, menurut Hembing reaksi ini adalah yang paling merusak. Reaksi ini biasanya muncul jika anak mengalami kebocoran usus. Padahal 50% anak autis mengalami bocor usus yang disebabkan kondisi flora usus yang tak seimbang. Reaksi ini paling merusak karena gluten dan casein akan terpecah menjadi protein tak sempurna (peptide). Melalui aliran darah tersebut, peptide masuk ke otak dan kemudian ditangkap reseptor opioid. Hasilnya anak tersebut terlihat seperti orang yang baru saja mengonsumsi obat-obatan yang bersifat opioid seperti morfin atau heroin.
PROGNOSIS
Walaupun sebagian besar anak autisme menunjukkan perbaikan dalam hubungan social dan kemampuan berbahasa seiring dengan meningkatnya usia, gangguan autisme tetap meninggalkan ketidakmampuan yang menetap. Mayoritas dari mereka tidak dapat hidup mandiri dan memerlukan perawatan di institusi ataupun membutuhkan supervise terus. Hasil penelitian menemukan bahwa:
· Dua per tiga dari anak autisme mempunyai prognosis yang buruk ; tidak dapat mandiri.
· Seperempat dari anak autisme mempunyai prognosis yang sedang ; terdapat kemajuan dibidang sosial dan pendidikan walaupun ada problem perilaku.
· Sepersepuluh dari anak autisme mempunyai prognosis yang baik ; kehidupan sosial yang atau hampir normal dan berfungsi dengan baik disekolah maupun tempat kerja.
Autis memilki kemampuan untuk dapat disembuhkan, tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. Berdasarkan kabar terakhir, di Indonesia ada dua penyandang autis yang berhasil disembuhkan, dan kini dapat hidup normal dan berprestasi. Di Amerika di mana penyandang autis ditangani secara lebih serius, persentase kesembuhannya lebih besar.
RINGKASAN
Orangtua dapat sangat membantu mengarahkan anak autisme untuk mengeksploitasi kelebihan-kelebihan penderita autisme, seperti kemampuan untuk fokus dan konsentrasi yang luar biasa, dan melatih mereka untuk memperbaiki berbagai kelemahan-kelemahannya.
Yang terpenting adalah bagaimana kita menangani autisme dengan pendekatan psikologi yaitu, mengarahkan perilaku, tingkat kecerdasan, kemandirian, mengajarkan kerjasama, dan cara bersosialisasi kepada penderita autis.
waduh...ternyata ya...sekrg aku jd lbh bnyk tau ttg autis..:)
BalasHapuspa kabar seiri?
thx mb' dah share...
BalasHapusmakin tau tentang autisme... dan bisa belajar lebih banyak lagi ^^