Kamis, 28 Mei 2009

Ektima, luka akibat bakteri Streptokokus

PENDAHULUAN

            Ektima adalah suatu infeksi kulit yang mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Streptokokus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada ektima. Infeksi diawali pada lesi yang disebabkan karena garukan atau gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya berbentuk vesikel atau pustul pada daerah inflamasi kulit. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras dan tebal daripada krusta pada impetigo. Ektima sering ditemukan pada anak-anak, orang tua serta orang-orang dengan gangguan fungsi imun (Human Imunodeficiency Virus). Penatalaksanaan pada ektima ialah pemberian antibiotik oral. Penggunaan sabun antiseptik atau bahan peroksida yang dicuci pada luka dapat mengurangi infeksi. Lesi yang direndam pada air panas juga dapat memnbantu terlepasnya krusta. Dengan penatalaksanaan tersebut ektima dapat sembuh sempurna. Komplikasi dari ektima dapat berupa infeksi sistemik yang akhirnya dapat membawa pada suatu keadaan gagal ginjal (glomerulonefritis post streptokokus).1

TINJAUAN  PUSTAKA

 

DEFINISI

            Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus.2,3,4,5,6 Penyebab lainnya bisa Stafilokokus atau kombinasi dari keduanya.7 Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.7

SINONIM

            Ektima memiliki sinonim antara lain Ulcerative pyoderma, Cutaneous pyoderma, Impetigo, Deep impetigo, Skin streptococci, Grup A beta-hemolitik streptococci, Ecthymatous ulcer, Group A streptococci.3

EPIDEMIOLOGI

            Terjadinya ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui.3 Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, insidennya  menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi.4
            Ektima paling sering terjadi di lutut dan kaki anak-anak dan dewasa muda, terutama pada lesi ekskoriasi karena penyakit yang gatal misalnya gigitan serangga dan lesi yang diabaikan.6 Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama).3
            Di daerah perkotaan, lesi-lesi pada ektima disebabkan stafilokokus aureus dan didapatkan pada pengguna obat-obatan intravena dan pasien terinfeksi HIV.9

ETIOPATOGENESIS

            Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A.3,4 Penyebab lainnya bisa Stafilokokus atau kombinasi keduanya.7
            Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Bakteri ini tersebar luas di alam. Beberapa diantaranya merupakan flora normal pada manusia; yang lain dihubungkan dengan penyakit-penyakit penting pada manusia yang sebagian disebabkan oleh infeksi streptokokus yang sebagian lagi oleh sensitisasi terhadap bakteri ini. Bakteri ini menghasilkan berbagai zat ekstraseluler dan enzim.10
            Berbagai proses penyakit dihubungkan dengan infeksi streptokokus. Sifat-sifat biologik organisme penginfeksi, sifat respon inang dan jalan masuknya infeksi sangat mempengaruhi gambaran patologik.10 Ektima mulanya sama dengan impetigo superfisial. Streptokokus beta hemolitikus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromais (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi streptokokus pada kulit diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat dan hygiene yang buruk.3        

GAMBARAN KLINIS
            Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikula atau vesikopustula yang membesar dan beberapa hari kemudian menjadi krusta yang tebal. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks.2,5
Faktor-faktor predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi, hygiene perorangan atau lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes melitus, atopik, trauma dan penyakit kronik.2,3,5

PEMERIKSAAN PENUNJANG

            Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan gram dan kultur.3,10 Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi yang aktif.
            Pemeriksaan dengan gram merupakan prosedur yang paling bermanfaat dalam mikrobilologi diagnostik ketika dicurigai adanya infeksi bakteri. Sebagian besar bahan yang diserahkan harus diapus pada gelas objek, diwarnai gram dan diperiksa secara mikroskopik.10
            Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi gram (biru-keunguan menunjukkan organisme gram positif, merah gram negatif), dan morfologi bakteri (bentuk: kokus, batang, fusiform atau yang lain) harus diperhatikan.10
            Pada kultur atau biakan, kebanyakan streptokokus tumbuh dalam pembenihan padat sebagai koloni discoid dengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai sering membentuk koloni mukoid.10

DIAGNOSIS

            Diagnosis dari infeksi kulit oleh stafilokokus ditegakkan berdasarkan hasil kultur dan laboratorium dari kerokan kulit yang terinfeksi dan kultur darah, juga dengan berdasarkan penemuan klinis.11
DIAGNOSIS BANDING
-          Impetigo Krustosa: didiagnosa banding dengan Ektima karena memberikan gambaran efloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta. Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda.
-          Folikulitis: didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa. Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut dan biasanya multiple.4

KOMPLIKASI

            Ektima jarang menyebabkan gejala sistemik. Komplikasi invasif pada infeksi kulit streptokokus termasuk selulitis, erysipelas, gangren, limfadenitis supuratif dan bakterimia.3
            Komplikasi non supuratif infeksi kulit streptokokus misalnya Scarlet Fever dan Glomerulonefritis akut. Pemberian terapi antibiotik cepat tidak menunjukkan pengurangan angka kejadian glomerulonefritis post streptokokus. Akibat sekunder dari pioderma S. Aureus yang tidak diterapi termasuk celulitis, limfangitis, osteomielitis dan endokarditis infeksi akut. Beberapa strain S. Aureus menghasilkan eksotoksin yang dapat menyebabkan staphylococcal scalded skin syndrome dan toxic shock syndrome.3

PENATALAKSANAAN
  1. Medikamentosa:12 Penisilin adalah drug of choice untuk terapi pioderma Streptokokus. Pemberian sekali injeksi dengan Benzatin penisilin kerja panjang (300.000 sampai 600.000 unit untuk anak-anak dan untuk dewasa 1.200.000 unit) atau secara oral (25.000 – 100.000 unit / kgBB/ hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam selama 10 hari).
Eritromisin (30-50 mg/ kgBB perhari dalam dosis terbagi tiap 6 jam untuk anak-anak; 250-500 mg tiap 6 jam untuk dewasa selama 10 hari). Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa lebih dari 25 % strain Streptokokus grup A telah resisten terhadap eritromisin yaitu di daerah Jepang dan Finlandia dimana eritromisin ini digunakan secara ekstensif atau penggunaan berlebihan untuk berbagai indikasi. Meskipun pengobatan topikal seperti basitrasin, neomisin-basitrasin, polimiksin dan neomisin B digunakan sebagai pengobatan primer untuk infeksi streptokokus, penisilin oral atau parenteral merupakan bentuk terapi yang paling baik.
B.     Anjuran6
1.      Buang krusta dengan kompres hangat sebelum memakai terapi antibiotik topikal.
2.      Bila infeksi resisten terhadap terapi; diindikasikan biakan dengan uji sensitifitas.
3.      Bila infeksi rekuren, pertimbangkan biakan dengan penentuan tipe terhadap pasien dan atau anggota keluarga untuk mencari pembawa stafilokokus hidung.
4.      Obati kontak erat yang juga terinfeksi.
5.      Gunakan sabun antibakteri yang ringan (contoh Lever 2000) untuk membersihkan tubuh.
             

PROGNOSIS

            Tanpa pengobatan, proses dapat menetap dan lesi-lesi baru dapat berkembang lebih berat dalam beberapa minggu. Kemudian infeksi cenderung akan menghilang secara spontan kecuali ada beberapa kelainan kulit dasar seperti ekzema.12

LAPORAN KASUS

         
DAFTAR PUSTAKA

1.      Ngan V. Ecthyma. Available from: http://dermnetnz.org/bacterial/ecthyma.html. Last updated; Sep 30, 2004.
2.      Odom RB, James WD, Berger TG. Andrew’s disease of the skin. Philadelphia: W.B. Saunders company, 2000: p.317-8
3.      Davis L. Ecthyma. available from:
      www.eMedicine.com. Februari 13, 2004.
4.      Djuanda A. Pioderma. Dalam: Hamzah M, Aisyah S, Djuanda A, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 1999: 55-9
5.      Pandeleke HEJ. Penyakit kulit bakteri (pioderma). Dalam: Pandeleke HEJ, Warouw FTH, editor. Buku ajar dermatologi. Manado: Bagian IK. Kulit dan Kelamin FK UNSRAT, 2000; 9-15
6.      Goldstein BG, Goldstein AO. Penyakit bakteri. Dalam: Melfiawati S, Pendit BU, alih bahasa. Dermatology praktis. Jakarta, 2001; 72-3
7.      Siregar RS. Ektima. Dalam: Wijaya C, Anugerah P, editor. Saripati penyakit kulit. Jakarta: EGC, 1996: 71-2
8.       Adrians B. Topical ulcer. In: Harper J, Oranje A, Prose N, editors. Textbook of pediatric dermatology vol 1. London: Blackwell science ltd, 2000; p.512
9.      Orkin M, Maibach HI, Dahl ML. A lange medical book Bacterial infection, first edition. Prentice-hall international Inc, 1991; 81
10.  Melnick J, Adelberg. Prinsip-prinsip mikrobiologi kedokteran diagnostik. In: Brooks GF, Butel JS, Ornston LM, Nugroho E, Maulani RF, editors. Mikrobiologi kedokteran edisi 20. Jakarta, 1996: 684-5
11.  Stanway A. Staphylococcal skin infection. Available from:
http://dermnetnz/bacterial/staphylococci/htm. Last updated; Sept 30,2004.
12.  Fitzpatrick TB, Eizen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine, fourth edition. New York: McGraw-Hill Inc, 1993.p. 2312

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

do not leave before say anything, please

follow me and i follow you, but don't forget to leave some coments at my post..