Jumat, 05 Desember 2008

Chronic Renal Failure



Gagal ginjal kronik merupakan masalah yang tidak jarang ditemukan pada anak. Kemajuan yang pesat dalam pengelolaan menjadikan prognosis penyakit ini membaik sehingga pengenalan dini GGK merupakan masalah yang penting. Membaiknya pengobatan pada akhir-akhir ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bertambahnya pengertian tentang patofisiologi GGK, aplikasi yang tepat dari prinsip pengelolaan medis GGK dan kemajuan teknologi dalam teknik dialisis serta transplantasi ginjal.1

DEFINISI
            Gagal ginjal kronik (GGK) adalah
suatu keadaan penurunan fungsi ginjal yang bersifat tidak reversibel, dengan akibat terjadinya penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).1  Kepustakaan lain menyebutkan GGK adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi mempertahankan homeostasis tubuh.2  Gagal ginjal kronik juga bisa didefinisikan sebagai suatu kumpulan kelainan klinik, kimiawi dan metabolik yang kompleks sebagai akibat penurunan fungsi ginjal yang berlangsung progresif dan permanen.3

ANGKA KEJADIAN
Sulit untuk menentukan secara pasti angka kejadian GGK pada anak.1  Di Indonesia, antara tahun 1984 – 1988 di 7 Rumah Sakit Pendidikan ditemukan GGK sebanyak 2% dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal. Sedang dalam kurun waktu tahun 1991 – 1995 di RSCM Jakarta didapatkan GGK sebesar 4,9% dari 668 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal dan meningkat menjadi 58 (13,3%) dari 435 yang dirawat dengan penyakit gnjal antara tahun 1996 – 2000.3,4

KLASIFIKASI GGK
            Kebanyakan penulis membuat klasifikasi berdasarkan persentase Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang tersisa. GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu :1,2
1.   Gagal Ginjal Dini
      Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang ada sekitar 50 – 80% dari normal. Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak gangguan klinis.
2.   Insufisiensi Ginjal Kronik
      Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25 – 50% dari normal. Gejala mulai dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan keseimbangan kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini LFG berada dibawah 89 ml/menit/1,73 m2.
3.   Gagal Ginjal Kronik
      Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal, anemia, hipertensi. LFG pada tingkat ini telah berkurang menjadi dibawah 30 ml/menit/1,73 m2.
4.   Gagal Ginjal Terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal tinggal 12% dari normal. LFG menurun sampai < 10 ml/menit/1,73 m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi ginjal.

ETIOLOGI
            Gagal ginjal kronik (GGK) pada anak umumnya disebabkan oleh karena penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal kongenital. Menurut laporan European Dialysis and Transplantasi Association (EDTA), glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan penyebab tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit herediter (15%), penyakit sistemik (10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%), penyakit vaskuler (3%), penyakit lain (9%) serta yang tidak diketahui etiologinya (7%).1
            Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan kongenital, kelainan didapat dan kelainan herediter.1
1.   Kelainan kongenital :  hipoplasia renal, displasia renal, uropati obstruktif
2.   Kelainan didapat        :  nefronoitisis juvenil, nefritis herediter, sindrom alfort
3.   Kelainan herediter      :  glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati membranosa, kelainan metabolik (oksalosis, sistinosis)   
PATOGENESA
            Mekanisme terjadinya penurunan fungsi ginjal yang progresif, sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Bergstein J. M (1992) mengemukakan berbagai faktor yang berperan dalam terjadinya GGK, diantaranya :1,7
1.      Kerusakan akibat proses imunologis yang terus menerus, sehingga terjadinya deposit imun kompleks atau antibodi anti membrana basalis glomerulus dan mengakibatkan inflamasi glomerular persisten yang berperan dalam pembentukan jaringan parut ginjal.
2.      Hiperfiltrasi hemodinamik. Proses ini berperan dalam tahap akhir dari kerusakan glomerulus dan tidak tergantung pada mekanisme awal kerusakan ginjal. Rusaknya beberapa nefron yang disebabkan oleh berbagai alasan, mengakibatkan sisa nefron yang masih baik mengalami hipertrofi baik secara struktur maupun fungsional, sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke glomerulus. Dengan bertambahnya aliran darah ke glomerulus akan meningkatkan LFG nefron yang masih baik. Maksud hiperfiltrasi ini adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dalam memelihara homeostasis tubuh. Mekanisme hiperfiltrasi sangat berperan dalam terjadinya kerusakan glomerulus sebagai efek langsung dari peningkatan tekanan pada dinding kapiler dan bertambahnya aliran protein yang melintasi dinding kapiler atau kedua-duanya. Akhirnya terjadi perubahan sel glomerulosklerosis. Pada keadaan sklerosis lanjut, nefron tidak mampu lagi untuk mengekspresikan beban tubuh dan terjadilah lingkaran setan dari aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi.
3.      Diit tinggi protein dan fosfat
      Makanan yang mengandung jumlah protein tinggi diduga dapat mempercepat terjadinya gagal ginjal. Hal ini kemungkinan akibat terjadinya dilatasi alveolar dan gangguan hiperperfusi. Sebaliknya diit rendah protein dapat mengurangi memburuknya fungsi ginjal. Percobaan pada binatang yang menderita GGK, pemberian diit rendah fosfat dapat mencegah terjadinya penimbunan garam kalsium fosfat pada dinding pembuluh darah dan jaringan, zat-zat nefrotoksin dan menekan sekresi hormon paratiroid.

4.   Proteinuria yang menetap dan hipertensi sistemik
      Diduga proteinuria dan hipertensi sistemik secara langsung merusak dinding kapiler glomerulus dan berperan untuk terjadinya sklerosis glomerulus dan awal hiperfiltrasi.

MANIFESTASI KLINIK
            Pada penderita GGK, yang disebabkan oleh penyakit glomerulus atau kelainan herediter, gejala klinik dari penyebab awalnya dapat kita ketahui, sedangkan gejala GGK nya sendiri tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti : sakit kepala, lelah, letargis, kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan pertumbuhan.
            Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan : anak tampak pucat, lemah, dan hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung bertahun-tahun tanpa gejala yang khas, sehingga kelainannya sendiri baru diketahui setelah sampai tingkat gagal ginjal terminal.
            Namun dengan pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan keadaan-keadaan seperti : azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan pertumbuhan, osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan perdarahan, hipertensi, gangguan neurologi.

1.   Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Natrium
            Pada penderita GGK akibat penyakit glomerulus kronis yang mempunyai LFG 30 ml/menit/1,73 m2  sering terjadi penurunan ekskresi natrium. Keadaan ini akan menyebabkan terjadi retensi garam (hipernatremia) dan air, edema dan hipertensi.
            Sebaliknya pada penderita GGK yang disebabkan kelainan kongenital ginjal seperti displasia dan hipoplasia sering terjadi poliuria dan salt wasting syndroma. Pada keadaan ini terjadi pengeluaran natrium yang berlebihan (hiponatremia) dan penurunan LFG terjadi secara sekunder, sehingga pemberian makanan dengan restriksi natrium akan mempercepat penurunan LFG.

Kalium
            Hiperkalemia yang terjadi pada GGK akan berakibat buruk pada konduksi jantung. Peningkatan kadar kalium terjadi sebagai akibat dari penurunan fungsi ekskresi ginjal dan meningkatnya aldosteron (pseudohipoaldosterism).
            Pada penderita GGK, selain hiperkalemia dapat terjadi hipokalemia. Keadaan hipokalemia biasanya terjadi akibat pemakaian diuretik seperti : hidroklortiazid, furosemid atau  bisa juga akibat pemberian diit rendah kalium. Gejalanya adalah penurunan atau hilangnya refleks otot yang akan sangat berbahaya bila mengenai otot-otot intercostal karena dapat menyebabkan respiratory arrest.

Asidosis
            Akibat penurunan LFG < 50% dari normal akan menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mengeluarkan asam seperti amonium dan bikarbonat. Adanya gangguan primer dari ekskresi amonium dan pengeluaran bikarbonat seperti pada : penderita sindroma Fanconi, renal tubular asidosis tipe IV dan hiperparatiroidism sekunder akan terjadi penimbunan asam anion organik dalam tubuh yang mengakibatkan asidosis metabolik. Manifestasi klinik asidosis adalah : takipneu, hiperpneu dan berkembang menjadi hiperkalemia dan mungkin gangguan pertumbuhan.

Air
            Gangguan keseimbangan air pada penderita GK adalah akibat adanya  gangguan mekanisme pemekatan atau pengenceran air kemih oleh ginjal. Terjadinya isotenuria atau vasopresin resisten hyposthenuria menyebabkan sindroma yang menyerupai diabetes insipidus, sehingga pemberian cairan yang kurang adekuat dapat mengakibatkan dehidrasi berat, dan sebaliknya bila jumlah air yang diberikan berlebihan akan menyebabkan volume overload karena ginjal tidak mampu mengekskresikan urin.



2.   Gangguan Metabolik
Glukosa
            Penderita GGK dapat disertai timbulnya intoleransi glukosa. Dimana hasil uji intoleransi glukosa akan menunjukkan adanya hiperglikemia. Keadaan ini sebagai akibat terjadinya resistensi terhadap insulin yang menghambat masuknya glukosa ke dalam sel. Pada anak yang menderita GGK, kadar insulin plasmanya meningkat sehingga harus dilakukan pemantauan kadar glukosa, karena dalam keadaan akut penderita GGK memerlukan pemberian glukosa parenteral.

Lipid
            Biasanya timbul hiperlipidemia yang bermanifestasi sebagai hipertrigliserida dan hiperkolesterolemia. Hal ini karena meningkatnya produksi trigliserida akibat hiperinsulinisme dan menurunnya fungsi ekskresi ginjal. Keadaan ini biasanya terjadi bila LFG < 40 ml/menit/1,73 m2  dan meningkatnya lipid sesuai dengan bertambahnya progresifitas GGK. Lebih dari 2/3 anak akan mengalami hiperlipidemia pada saat gagal ginjal terminal.

3.   Gangguan Hematologi
            Anemia merupakan komplikasi GGK yang paling sering ditemukan. Penyebab anemia pada GGK adalah akibat a). produksi eritropoetin ginjal berkurang, b). umur eritrosit lebih pendek, c). terjadinya perdarahan pada saluran cerna atau tempat lainnya atau hilangnya darah selama dilakukan dialisa, d). akumulasi toksin dalam serum yang menghambat eritropoesis, e). defisiensi zat besi, asam folat dan nutrien lainnya.
            Anemia biasanya timbul pada penderita GGK dengan LFG < 34 ml/menit/1,73 m2. Menurut Fine R. N (1990) dari sekian banyak faktor penyebab anemia, yang paling penting adalah menurunnya produksi eritropoetin, sehingga produksi hemoglobin menurun. Maka untuk mencegah dan mengobati anemia pada GGK, sebaiknya diberikan recombinant human erythropoeitin dan pemberian transfusi hanya dilakukan bila anemia disertai gejala-gejala.

4.   Hipertensi
            Terjadinya hipertensi disebabkan bertambahnya volume cairan sebagai akibat sekunder dari retensi garam dan air dan vasokonstriksi perifer sekunder akibat produksi renin yang berlebihan atau gabungan dari kedua faktor tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan keluhan : sakit kepala, badan lemah, gagal jantung bendungan, kejang. Sedangkan hipertensi persisten mungkin terjadi akibat berkurangnya LFG. Pada penderita hipertensi persisten yang tanpa keluhan harus dievaluasi secara terus-menerus untuk mencari adanya kerusakan organ-organ, sehingga pemeriksaan oftalmologi harus selalu dilakukan pada penderita hipertensi persisten, selain itu pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk mencari adanya hipertrofi jantung kiri.
            Pada penyakit GGK yang progresif, timbulnya hipertensi dapat sebagai akibat langsung dari penyakit ginjalnya. Tapi setiap keadaan hipertensi, kita harus tetap meneliti semua faktor yang dapat menimbulkan peninggian tekanan darah seperti : faktor kardiovaskuler, peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, faktor neurogen, faktor hormonal dan faktor renovaskuler.

5.   Gangguan Jantung
            Gangguan jantung pada penderita GGK biasanya berbentuk gagal jantung bendungan atau perikarditis. Terjadinya gagal jantung bendungan umumnya akibat hipervolemia, hipertensi berat atau kedua-duanya, tapi dapat juga sebagai akibat kardiomiopati uremik. Pada penderita GGK yang mengalami perikarditis dapat ditemukan gejala : panas kriptogenik, nyeri dada dan atau edema paru, cairan perikardiumnya berupa serosanguinosa. Keadaan ini biasanya terjadi pada uremia berat.

6.   Neuropati Perifer
            Parestesia telapak tangan dan atau kaki merupakan manifestasi awal dari neuropati perifer uremik. Pemeriksaan konduksi saraf pada penderita-penderita GGK sebaiknya dilakukan secara serial, untuk mendeteksi adanya gangguan saraf sedini mungkin. Keadaan ini biasanya ditemukan pada penderita laki-laki dan dilaporkan sekitar 13 – 86% dari penderita GGK mengalami neuropati perifer. Kelainan ini sering terjadi pada keadaan uremia berat dan membutuhkan tindakan dialisa.

7.   Retardasi Mental
            Diperkirakan terjadi peningkatan kejadian retardasi mental dengan meningkatnya gangguan fungsi ginjal pada bayi dan anak kecil yang menderita GGK pada tahun pertama kehidupan. Hal ini diduga akibat pengaruh ureum terhadap perkembangan otak dan banyaknya alumunium dalam makanan bayi. Terjadi disfungsi otak diduga sebagai akibat keracunan aluminium, karena suatu penelitian menunjukkan kejadian retardasi mental dan disfungsi otak menurun pada bayi yang mendapat calcium binding agents sebagai pengganti aluminium containing dan fosfat binding agents.

8.   Osteodistrofi ginjal
            Penimbunan asam fosfat mengakibatkan terjadi hiperfosfatemia dan menyebabkan ionisasi kalsium serum menurun. Keadaan ini merangsang kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan hormon lebih banyak agar ekskresi fosfor meningkat dan kadar fosfat kembali normal. Jadi osteodistrofi ginjal adalah kelainan tulang pada GGK sebagai akibat dari gangguan absorpsi kalsium, hiperfungsi paratiroid, proses kalsifikasi pada : kulit, pembuluh darah dan alat-alat viseral dan gangguan pembentukan vitamin D aktif. Gejala klinis dari osteodistrofi ginjal antara lain : gangguan pertumbuhan, gangguan bentuk tulang, fraktur spontan dan nyeri tulang. Apabila disertai gejala rachitis yang jelas akan timbul hipotonia umum, lemah otot dan nyeri otot. Pada pemeriksaan rontgen dan histologi ditemukan gambaran tulang yang abnormal dengan ciri khas seperti osteomalasia dan osteofibrosa. Pemeriksaan yang paling sederhana untuk melihat gambaran osteodistrofi ginjal adalah foto falang (telapak tangan).

9.   Gangguan Pertumbuhan
            Terjadinya gangguan pertumbuhan pada penderita GGK dapat disebabkan oleh banyak faktor. Kemungkinan faktor yang paling penting adalah umur waktu timbulnya GGK, karena yang paling sering mempengaruhi pertumbuhan adalah penyakit ginjal kongenital. Adapun hal-hal yang diduga ada hubungannya dengan gangguan pertumbuhan pada penderita GGK adalah umur, penyakit ginjal kongenital, gangguan fungsi ginjal pada usia dini, asidosis, osteodistrofi ginjal dan gangguan hormonal.
            Keadaan asidosis dapat mengganggu pertumbuhan anak yang menderita GGK. Terjadinya osteodistrofi ginjal dan menurunnya nafsu makan pada penderita GGK akan menyebabkan masukan makanan dan energi tidak adekuat sehingga mengganggu pertumbuhan. Adanya gangguan sekresi growth hormon dan insulin like growth factors pada penderita GGK akan mempengaruhi pertumbuhan anak, karena pemberian recombinant growth hormone dapat mempercepat pertumbuhan anak, tapi mekanismenya sendiri belu diketahui.

10. Perkembangan Seksual
            Keterlambatan perkembangan seksual sering dijumpai pada penderita GGK. Keadaan ini akibat disfungsi gonad primer dalam memproduksi steroid gonad, disfungsi hipofise dan gangguan pengeluaran gonadotropin. Terjadinya gangguan pengeluaran gonadotropin akan mengakibatkan terlambatnya pubertas. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh uremia berat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 8
a.   Pemeriksaan khusus untuk menentukan penyakit primer yang menyebabkan GGK
      -     Ultrasonografi ginjal
      -     Miksiosisto-uretrogram
      -     Pemeriksaan radioisotop : DTPA, DMSA
      -     Pielografi antegrad
      -     Pielografi intravena
      -     Urinalisis
      -     Kultur urin
      -     Komplemen C3, C4, ANA, ANCA, DNA binding
      -     Biopsi ginjal
      -     Ekskresi urin
      -     Ekskresi oksalat
      -     Kadar sistin dalam sel leukosit
b.   Anjuran pemeriksaan untuk menentukan derajat GGK
      -     Darah tepi lengkap
      -     Biokimiawi darah : elektrolit, ureum, kreatinin, kalsium, fosfat, fosfatase alkali, protein total, albumin, asam urat, pH dan bikarbonat
            Biokimiawi urin        : kreatinin, fosfat, protein dan albumin
-         LFG
-         Kadar hormon paratiroid]
-         Foto tulang dan pergelangan tangan kiri utnuk menilai usia tulang dan mendeteksi osteodistrofi ginjal
-         Foto toraks
-         EKG atau ekokardiogram                                

PENATALAKSANAAN 1,3,4,6,8
            Secara garis besar penatalaksanaan dapat dibagi 2 golongan, yaitu pengobatan konservatif dan pengobatan pengganti. Di negara yang telah maju penanganan konservatif pasien GGK hanya merupakan masa antara sebelum dilakukan dialisis atau transplantasi, sehingga tanggung jawab dokter disini adalah untuk menjaga pasien agar jangan mati mendadak dan agar pembuluh darah, otot jantung, retina, dan tulang harus dipertahankan seutuhnya. Sebaliknya di negara berkembang penanganan konservatif masih merupakan titik akhir dan tanggung jawab dokter di sini menjaga kualitas hidup pasien selama beberapa bulan sebelum ajalnya. Pada umumnya pengobatan konservatif masih mungkin dilakukan bila klirens kreatinin > 10 ml/menit/1,75 m2, tapi bila sudah < 10 ml/menit/1,73 mpasien tersebut harus diberikan pengobatan pengganti.


1.   Pengobatan Konservatif
            Tujuan pengobatan konservatif adalah memanfaatkan faal ginjal yang masih ada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan bila mungkin memperlambat progresivitas gagal ginjal. Pengobatan konservatif terdiri dari mengatur masukan cairan yang adekuat, mengendalikan hipertensi, mengobati anemia, gangguan keseimbangan elektrolit, asidosis, osteodistrofi ginjal, gagal jantung, gangguan saraf dan otot, hiperurikemia, dan menghindarkan pemakaian kontras radiologi yang tidak perlu dan zat-zat toksik lainnya.

Dietetik
            Prinsip pengobatan dietetik pada pasien GGK adalah :
§         Mencukupi semua nutrien esensial yang adekuat termasuk vitamin
§         Mencukupi kalori yang adekuat dalam bentuk karbohidrat dan lemak
§         Mencukupi protein berkualitas tinggi untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif dan mendorong kecepatan pertumbuhan
§         Mengurangi terjadinya akumulasi nitrogen sampai seminimal mungkin untuk menghindarkan akibat uremia, misalnya kelainan hematologis dan neurologis serta mencegah terjadinya osteodistrofi
§         Mengurangi beban asam yang harus diekskresi oleh ginjal
§         Menghindarkan masukan elektrolit yang berlebihan
            Secara klinis pembatasan masukan protein harus dimulai bila LFG sekitar 15 – 20 ml/menit/1,73 m2. jumlah kalori yang diberikan harus cukup untuk anabolisme dan pertumbuhan, jadi harus disesuaikan dengan kebutuhan menurut umur. Biasanya sebagian besar kalori berasal dari lemak dan karbohidrat. Untuk bayi diberikan 100 kkal/kgBB/hari, sedangkan jumlah protein diberikan sesuai dengan umur dan tingkat penurunan dari LFG. Restriksi protein dilakukan bila kadar ureum darah > 30 mmol/L atau adanya gejala ureum. Umumnya diberikan 1,4 g/kgBB/ hari untuk bayi dan 0,8 – 1,1 g/kgBB/hari untuk anak yang terdiri dari protein dengan nilai biologis tinggi (paling sedikit mengandung 70% asam amino esensial). Lihat tabel. Bila restriksi protein terlalu ketat dapat mengakibatkan terjadi malnutrisi, sehingga jumlah protein yang harus diberikan paling sedikit 4% dari jumlah total kalori atau 1 g/kgBB/hari. Pada bayi sebaiknya protein didapat dari ASI (mengandung ± 2 g/kgBB). Maksud pembatasan protein adalah mencegah katabolisme protein endogen, mengurangi akumulasi sisa-sisa nitrogen, serta membatasi timbulnya toksisitas sistemik.


Kebutuhan kalori dan protein yang direkomendasikan untuk anak dengan gagal ginjal kronik
Umur
Tinggi (cm)
Energi (kkal)
Minimal Protein (g)
Kalsium (g)
Fosfor
   (g)
0-2 bulan
55
120/kg
2,2/kg
0,4
0,2
2-6 bulan
63
110/kg
2,0/kg
0,5
0,4
6-12 bulan
72
100/kg
1,8/kg
0,6
0,5
1-2 tahun
81
1000
18
0,7
0,7
2-4 tahun
96
1300
22
0,8
0,8
4-6 tahun
110
1600
29
0,9
0,9
6-8 tahun
121
2000
29
0,9
0,9
8-10 tahun
131
2200
31
1,0
1,0
10-12 tahun
141
2450
36
1,2
1,2
12-14 tahun L
                    P
151
154
2700
2300
40
34
1,4
1,3
1,4
1,3
14-18 tahun L
                    P
170
159
3000
2350
45
35
1,4
1,3
1,4
1,3
18-20 tahun L
                    P
175
163
2800
2300
42
33
0,8
0,8
0,8
0,8
L = Lelaki,      P = Perempuan





Kebutuhan kalori dan protein (RDA) berdasarkan derajat fungsi ginjal
Umur
(tahun)
RDA
GFR
Kalori
(kkal/kg)
Protein
(g/kg)
10-20
5-10
< 5
ml/menit/1,73 m2
   0 – 0,5
115
2,2
1,7
1,5
1,3
0,5 – 1
105
2,0
1,4
1,2
1,0
   1 – 3
100
1,8
1,3
1,1
1,0
   4 – 6
85
1,5
1,2
1,0
0,9
   7 – 10
85
1,2
1,1
0,9
0,8
  11– 14  L
               P
60
48
1,0
1,0
0,8
1,0
0,7
0,8
0,6
0,7
 15 – 18  L
               P
42
38
0,85
0,85
0,8
0,8
0,7
0,7
0,6
0,6


Natrium
            Pada pasien GGK akibat kelainan anatomi ginjal biasanya terjadi pengeluaran natrium yang banyak sehingga terjadi hiponatremia dan dehidrasi berat. Pada keadaan ini pasien membutuhkan suplementasi natrium dalam makanannya. Sebaliknya pada pasien yang disertai hipertensi, edema, atau gagal jantung bendungan, harus dilakukan restriksi natrium dan pemberian diuretik seperti furosemid (1 – 4 mg/kgBB/hari). Umumnya diet rendah garam pada pasien gagal ginjal kronik tanpa hipertensi dan atau sembab adalah 2 g/hari (80 mEq/kgBB/hari). Bila disertai sembab, dikurangi menjadi 1 mEq/kgBB/hari dan bila ditemukan oliguria dan atau anuria harus diperketat lagi menjadi 0,2 mEq/kgBB/hari. Perlu dicatat, 1 g garam dapur sebanding dengan 400 mg natrium atau 17 mEq natrium

Air
            Bila tidak ada edema dan atau oliguria/anuria, pasien GGK boleh minum tanpa dibatasi. Kalau ditemukan oliguria/anuria maka jumlah air yang diperkenankan adalah jumlah insensible water loss (400 ml/m2/hari) + jumlah cairan yang keluar (diuresis + muntah).

Kalium
            Tindakan utama untuk mencegah terjadinya hiperkalemia adalah membatasi pemasukan kalium dalam makanan dan berkonsultasi kepada ahli gizi. Bila kadar kalium > 6 mEq/L tanpa gejala klinis, biasanya cukup dengan koreksi makanan dan atau pemberian Kayexalate 1 g/kgBB atau Kalitake diberikan 1 -2 kali/hari sampai kadar kalium < 6 mEq/L. Bila kadar kalium > 7 mEq/L dan disertai kelainan EKG (gelombang T meninggi dan QRS kompleks melebar) harus diberikan kalsium glukonas dan atau natrium bikarbonas. Bila  cara ini tidak efektif, diberikan insulin dan larutan glukonas.

Osteodistrofi
            Terjadinya osteodistrofi ginjal dapat dicegah dengan pemberian kalsium, pengikat fosfat, dan vitamin D. Jumlah suplementasi kalsium dan vitamin D sebaiknya disesuaikan dengan kadar kalsium serum dan derajat kerusakan ginjal. Biasanya suplementasi kalsium diberikan dengan dosis 100-300mg/m2/hari, sedangkan vitamin D yang paling sering digunakan adalah 1,25 (OH) D3(Rocaltrol) dengan dosis 0,25 μg/hari (15-40 ng/kgBB/hari), dan dihydrotachysterol (Roxane) 0,125 mg/hari (15-45 μg/kgBB/hari). Bila dipakai vitamin D3 dosis yang digunakan adalah 5.000-10.000 i. u/hari.

Asidosis
            Pasien GGK sering mengalami asidosis kronis yang mengakibatkan kerusakan tulang dan gagal tumbuh. Setiap keadaan asidosis harus diatasi secepat mungkin. NaHCO3 dapat digunakan dengan aman dengan dosis antara 1-2 mEq/kgBB/hari disesuaikan dengan beratnya asidosis. Untuk mempertahankan pertumbuhan anak secara adekuat maka  kadar  bikarbonat plasma harus dipertahankan antara 23 – 25 mEq/L. Pada asidosis berat (HCO3) < 8mEq/L dikoreksi dengan dosis 0,3 kgBB x (12-HCO3 serum) mEq/L iv tablet NaHCO3 500 mg = 6 mEqHCO3.

Hipertensi
            Langkah pertama untuk mengendalikan hipertensi adalah dengan tindakan non-farmakologi, yatiu diet rendah garam, menurunkan berat badan dan berolahraga. Bila dengan cara ini tidak berhasil, baru memulai tindakan farmakologi. Kadang-kadang tindakan farmakologi langsung kita berikan bila hipertensi disertai gejala kerusakan organ atau peningkatan tekanan darah sangat cepat. Obat-obat yang sering dipakai adalah :
a.       Diuretika
b.      Beta-blocker adrenergic
c.       Agonis adrenergic alfa
d.      Vasodilator perifer
e.       Calcium channel blocker dan ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitor
Tindakan farmakologik dimulai dengan pemberian diuretika, bila dengan diuretika tidak berhasil atau hipertensi makin berat dapat diberikan beta-blocker adrenergic (propanolol atau etanolol) dan atau vasodilator perifer (hidralazin), bila dengan gabungan obat-obat tersebut masih tidak memberikan hasil, dapt diberikan calcium channel blocker (nifedipin) atau ACE inhibitor (kaptopril/enalapril). Pada hipertensi krisis akut dapat dipakai nifedipin sublingual. Pemakaian kaptopril harus hati-hati pada pasien kelainan ginjal bilateral atau stenosis arteri renalis bilateral karena dapat mempercepat kerusakan ginjal.

Anemia
            Pengobatan anemia dilakukan sesuai dengan penyebabnya.  Bila ditemukan defisiensi zat besi (kadar feritin dan zat besi serum < dari normal) diberikan pengobatan zat besi per oral dengan dosis 2-3 mg besi elemental/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari selama 3 bulan. Sebaiknya suplemental zat besi ini dipantau dengan baik agar tidak menyebabkan penimbunan zat besi yang berlebihan. Bila terjadi defisiensi asam folat, diberi pengobatan asam folat dengan dosis 1-5 mg/hari selama 3-4 minggu. Pasien yang menjalani dialisis secara teratur diberi asam folat oral 1 mg/hari. Anemia pada pasien GGK dapat diobati dengan androgen karena androgen dapat meningkatkan produksi eritropoietin oleh hepatosit. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa pemberian recombinant human erythropoietin (rhuEPO) dengan dosis antara 50-150 U/kgBB/kali, subkutan, (pada pasien yang sedang menjalani dialisis dapat diberikan intravena), diberikan 3 kali per minggu. Pemberian rhuEPO dapat mengurangi atau menghindari kebutuhan transfusi darah PRC (packed red cell) 10-20 ml/kgBB. Biasanya transfusi PRC diberikan bila kadar Hb < 6 g/dl. Kalau ditemukan hipersplenisme dan usaha untuk menaikkan kadar Hb tidak berhasil, harus dilakukan splenektomi.

Gangguan Jantung
            Terjadinya gagal jantung bendungan biasanya akibat kelebihan cairan dan atau hipertensi berat. Pengobatannya langsung ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan nifedipin sublingual dan mengeluarkan kelebihan cairan dengan diuretik seperti furosemid baik secara oral maupun intravena. Bila terjadi perikarditis pada uremia yang berat, hal ini merupakan indikasi untuk dilakukan dialisis dan dalam keadaan akut mungkin perlu tindakan perikardiosentesis. Adanya cairan perikardium yang persisten atau terjadi rekurensi mungkin membutuhkan pemberian steroid non-adsorber (triamsinolon) setelah tindakan perikardiosentesis.

Gangguan Pertumbuhan
            Gangguan pertumbuhan dapat dihambat dengan mencegah terjadinya asidosis, osteodistrofi ginjal dan melakukan konsultasi gizi. Akhir-akhir ini dicoba pemberian human recombinant growth hormone, ternyata memberikan hasil yang efektif untuk mempercepat pertumbuhan anak. Dosis 0,35 mg/kg atau 30 U/m2 per minggu.

2.   Pengobatan Pengganti (replacement treatment)
            Prinsip pengobatan pengganti adalah melakukan dialisis (baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis) dan cangkok ginjal.
Tindakan Dialisis
            Indikasi dialisis pada bayi, anak dan remaja sangat bervariasi dan tergantung dari status klinis pasien (lihat tabel). Dengan penatalaksanaan yang optimal, pasien GGK pada anak dapat terhindar dari berbagai komplikasi. Tindakan dialisis baik peritoneal maupun hemodialisis harus dilakukan sebelum LFG mencapai 10 ml/menit/1,73 m2 dan hasilnya akan lebih baik daripada LFG < 5 ml/menit/1,73 m2 yang disertai manifestasi klinis yang berat.

Indikasi absolut untuk tindakan awal dialisis kronik pada anak dengan gagal ginjal      
                        Hipertensi tidak terkendali : Hipertensi ensefalopati
                        Gagal jantung bendungan : Kardiomiopati
                        Perikarditis : Tamponade
                        Neuropati perifer : Parestesia, Disfungsi motorik
                        Osteodistrofi ginjal : Kalsifikasi tersebar, Deformitas tulang
                        Depresi sumsum tulang : Anemia berat, Leukopenia
                        Trombositopenia

Transplantasi Ginjal
            Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk pengobatan gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure). Indikasi transplantasi ginjal adalah pasien gagal ginjal tahap akhir dengan gagal tumbuh berat atau mengalami kemunduran klinis setelah mendapat pengobatan yang optimal. Secara teknis transplantasi ginjal telah mengalami kemajuan, bahkan telah dilaporkan keberhasilan transplantasi ginjal pada bayi < 1 tahun, namun mencegah terjadinya reaksi penolakan alograf yang merupakan kunci keberhasilan transplantasi ginjal masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Pemeriksaan imunologi yang penting untuk kelangsungan keberhasilan transplantasi adalah golongan anak ABO dan antigen HLA. Organ ginjal yang akan ditransplantasi dapat berasal dari kadaver (jenazah) atau donor hidup-keluarga.
            Tranplantasi yang sukses merupakan pengobatan yang paling optimal untuk bayi, anak dan remaja karena transplantasi merupakan usaha yang paling baik yang dapat dilakukan untuk mengembalikan anak ke kehidupan normal. Dialisis hanya merupakan usaha untuk memelihara dan mempertahankan keadaan pasien sampai saat pasien dilakukan transplantasi.

3.   Mengatasi faktor-faktor yang reversibel
            Meskipun kerusakan akibat penyakit glomerulus berlangsung terus, namun hal ini  dapat diperlambat atau dihentikan sebelum mencapai gagal ginjal terminal, sehingga perlu dilakukan usaha pengobatan terhadap faktor-faktor yang reversibel seperti kehilangan garam, air, hipertensi, infeksi traktus urinarius, obstruksi, hiperkalemia, dan gagal jantung. Disamping itu kita harus menghindari pemberian obat-obat nefrotoksik seperti antibiotik dan pemeriksaan radiologik yang menggunakan zat kontras.

4.   Mencari dan mengatasi faktor-faktor yang memperberat
            Tata kerja ini meliputi kunjungan teratur ke klinis dan pemeriksaan biokimiawi periodik. Bila ditemukan adanya kemunduran klinis ataupun biokimiawi, harus dicari faktor-faktor yang reversibel dan segera diobati. Pada masa ini dilakukan tindakan konservatif seperti restriksi makanan, obat, anti hipertensi, pengikat fosfat, vitamin D dan lain-lain.

5.   Penggunaan obat pada gagal ginjal
            Dengan adanya gangguan pada fungsi ginjal akan terjadi akumulasi obat-obatan atau metabolitnya yang eliminasinya terutama melalui ginjal dan pada gilirannya dapat menimbulkan efek toksik atau memperburuk fungsi ginjal. Oleh karena itu pemilihan dan pengaturan dosis perlu mendapat perhatian khusus sebagai konsekuensi adanya gangguan pada ekskresi melalui ginjal, disamping modifikasi kerja obat sebagai akibat gangguan pada farmakokinetiknya yaitu dalam hal absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ikatan protein plasma. Para peneliti umumnya sependapat bahwa prinsip penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan :
1.      Dosis tiap kali pemberian diperkecil, sedangkan interval pemberiannya tetap
2.      Dosis tetap, interval pemberian diperpanjang
3.      Gabungan 1 dan 2
Tujuan penyesuaian dosis obat pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal adalah untuk mendekati konsentrasi obat pada keadaan fungsi ginjal normal yang mendapat dosis lazim.

PROGNOSA
            Transplantasi yang sukses merupakan pengobatan yang paling optimal untuk bayi, anak dan remaja. Karena transplantasi merupakan usaha yang paling besar dapat dilakukan untuk mengembalikan anak ke kehidupan normal. Sedangkan dialisa hanya merupakan usaha untuk memelihara dan mempertahankan keadaan penderita sampai saat penderita dilakukan transplantasi.

Lama bertahan hidup dari penderita GGK
Pengobatan
Umur (tahun)
Bertahan hidup (tahun)
1  (%)
2  (%)
3  (%)
Hemodialisa (di Rumah Sakit)

0 – 14
0 – 4
5 – 9
10 – 14
87,6
84,0
85,8
88,5
79,9
75,3
76,8
81,2
65,7


67,4
Hemodialisa (di rumah)
0 – 14
95,0
92,0
84,6
Transplantasi dari donor hidup
0 – 14
90,1
85,4
75,6
Transplantasi dari donor mati
0 – 14
86,7
81,6
70,6
 
PENUTUP
            Gagal ginjal kronik merupakan keadaan yang dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, sampai saat ini penyebab yang paling banyak adalah glomerulonefritis, pielonefritis dan kelainan kongenital.
            Gagal ginjal kronik menimbulkan berbagai gangguan dalam tubuh, seperti gangguan keseimbangan air dan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, gangguan endokrin, gangguan pertumbuhan, gangguan hematologi dan kelainan lainnya akibat penurunan fungsi ginjal sehingga terjadi penimbunan zat toksin dalam tubuh. Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dilakukan secara konservatif dan pengobatan pengganti (dialisa dan cangkok ginjal).





















DAFTAR PUSTAKA
1.      Sekarwana HN. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono P,Penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2. Balai penerbit FKUI, Jakarta; 2002: 509 – 28.
2.      Umboh A. Payah Ginjal Kronik/Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Mantik MFJ, Runtunuwu A, Wantania JM, Penyunting. Buku Pedoman Diagnosis dan Terapi. IKA FK UNSRAT, Manado; 2001:160 – 1.
3.      Trihono PP. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Simposium Nasional Nefrologi Anak IX Hemato-Onkologi Anak 12 – 14 Desember 2003. IDAI Batu Jawa Timur; 2003: 168 – 75.
4.      Trihono PP. Terapi Konservatif untuk Mencegah Penurunan Fungsi Ginjal yang Progresif pada Gagal Ginjal. Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R, Penyunting. Buku Naskah Lengkap Simposium Nefrologi VIII dan Simposium Kardiologi V 23- 24 Juni 2001. IDAI Palembang; 2001: 163- 72.
5.      Noer MS. Gambaran Penyakit pada Anak di RSDU Dr. Soetomo Surabaya selama 5 tahun (1989 – 1992). Buletin IKA, 1995; 8: 18.
6.      Gagal Ginjal Kronik. Dalam ikhtisar Penyakit Anak, edisi 6 jilid II: 136 – 9.
7.      Sekarwana HN. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Simposium Nasional Nefrologi Anak V dan Simposium Nasional Pediatri Gawat Darurat II 27 – 28 November 1992. IDAI Medan; 1992: 4 – 1 – 19.
8.      Trihono PP. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik pada Anak. Dalam: Simposium Nasional Nefrologi Anak VII dan Pertemuan Ilmiah Berkala Imu Kesehatan Anak VIII FK UNHAS. Naskah Lengkap Nefrologi, Kardiologi, Gizi 26 – 27 Juni 1998. Ujung Pandang; 1998: 135 – 49.
9.      Noer MS. Terapi Nutrisi pada Anak dengan Gagal Ginjal Kronik.
                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

do not leave before say anything, please

follow me and i follow you, but don't forget to leave some coments at my post..